top of page

Memastikan Bansos Tunai Tak Disunat


Oleh: Muh Fitrah Yunus

Direktur Eksekutif Triogia Institute / Pemerhati HTN dan Kebijakan Publik


Pandemi Covid-19 setidaknya memberikan dua hal penting bagi seluruh masyarakat dunia dan utamanya masayarakat di Indonesia, yakni pertama, betapa pentingnya seluruh bangsa bersatu melawan Covid-19 dengan mengikuti protokol kesehatan, dan yang kedua, betapa diujinya negara untuk mencari solusi dari kemiskinan yang ditimbulkan pandemi Covid-19.


Salah satu upaya yang dilakukan oleh negara adalah adanya bantuan sosial bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan yang terdampak langsung Covid-19. Tak tanggung-tanggung, dalam kebijakannya, pemerintah menggelontorkan ratusan triliun rupiah untuk membantu masyarakat agar dapat lepas dari jurang kemiskinan di tengah pandemi. Apalagi, pemutusan kerja oleh perusahaan-perusahaan sejak awal pandemi begitu terasa dengan jumlah yang sangat banyak. Tentu bantuan sosial itu sangat penting kehadirannya.


Suatu kewajiban bagi negara untuk melindungi warganya dari resiko sosial dan mewujudkan kesejahteraan warganya. Dalam Undang-undang Tentang Kesejahteraan Sosial telah diterangkan bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi seluruh bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan sosial dan melindungi masyarakat dari risiko sosial yang mungkin terjadi.


Dengan itu, pemerintah ditantang untuk dapat merealisasikan amanat itu. Dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, maka pemerintah menggunakan APBN yang sangat besar lewat program bantuan sosial. Sayang, tujuan bantuan sosial tak dapat diindahkan oleh para oknum pejabat negara. Perilaku korupsi juga ikut “nimbrung” dalam agenda-agenda suci negara. Tentu kemuliaan niat maupun tujuan bantuan sosial itu tercederai dan jauh dari cita-cita awal.


Bansos Sembako yang dicanangkan pemerintah dan telah didistribusi ke masyarakat dipotong per paket agar ada keuntungan besar yang didapatkan. Akhirnya, Menteri Sosial Juliari Batubara saat itu menemukan “ajal”nya. Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan menerima suap pengadaan sembako bansos.


Perjalan korupsi bansos tak sampai di situ. Pasca korupsi itu, diupayakan pula agar Bantuan Sosial Sembako (BSS) diubah menjadi Bantuan Sosial Tunai (BST). Sayangnya juga, dalam pendistribusiannya menghadapi banyak masalah, diantaranya adanya “sunatan massal” oleh para petugas distibusi. Masyarat melaporkan bahwa banyak oknum RT/RW yang memotong bansos tunai tersebut.


Benarlah adanya apa yang Lord Acton ungkapkan dalam sebuah adagium; “Power tends to corrupt and the absolutely power tends to corrupt absolutely”, kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan mutlak korup secara mutlak. Hal itu mengilhami bahwa langkah pencegahan dan menangkal perilaku korup pejabat lebih penting daripada penindakan. Apalagi, program-program sosial untuk kesejahteraan masyarakat dipimpin dan dijalankan langsung oleh para pejabat negara di semua tingkatan.


Pemotongan Bansos Tunai


Sudah dapat dipastikan jika pemerintah tidak hati-hati dalam menjalankan pendistribusian Bantuan Sosial Tunai, maka akan sama saja dengan Bantuan Sosial Sembako, yaitu dihiasi dengan pemotongan oknum pelaksana. Yang tak disangka, mengapa para oknum pelaksana masih berani melakukan pemotongan, atau dalam hal ini korupsi, meski sudah ada pejabat negara yang jadi tersangka.


Di DKI Jakarta, laporan tentang pemotongan bantuan sosial tunai terus berdatangan. Koalisi Pemantau Bansos DKI menemukan dugaan pemotongan bansos tunai yang beragam, ada yang Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per kepala keluarga.


Menurut Koalisi Pemantau Bansos DKI, temuan pemotongan BST tersebut setidaknya terjadi di 18 RT di sembilan kelurahan yang tersebar di Jakarta. Pengaduan yang mereka terima ada yang resmi dan tidak resmi. Umumnya masyarakat takut melapor secara resmi karena ada ancaman.


Beragam Dalih


Dalih pemotongan BST tersebut juga sangat beragam. Peruntukannya mulai dari pembangun pos RW, pembelian ambulans, hingga dalih pembangunan rumah ibadah.


Seorang warga Kalideres, misalnya, mengungkapkan pengalamannya bahwa oknum yang memotong BST tersebut tak lain adalah ketua RT setempat. Dipotong per kepala keluarga sebesar Rp 30 ribu dengan alasan untuk biaya administrasi dank as RT.


Warga lain juga mengungkapkan hal serupa. BST yang mereka dapatkan dipotong hingga Rp 50 ribu dengan alasan pembangunan mushola, pos RW dan lain-lain tanpa musyawarah yang seharusnya dilakukan untuk disepakati.


Instruksi Pemerintah


Pemerintah DKI Jakarta menginstruksikan agar penyaluran dana BST kepada warga terdampak Covid-19 harus utuh. Olehnya, metode yang dilakukan oleh Pemerintah DKI adalah dengan menyalurkan dana tersebut melalui rekening Bank DKI kepada penerima bantuan.


Wakil Gubernur DKI Jakarta, Riza Patria, menegaskan bahwa tidak akan terjadi pemotongan dana BST karena penyalurannya langsung lewat ATM Bank DKI kepada penerima BST. Sehingga menurutnya, jika ada isu-isu yang berkembang tentang pemotongan dana BST tersebut harus dicek kembali kebenarannya.


Riza Patria juga mendorong agar segera melakukan laporan jika terjadi pemotongan dana BST. Jika ada yang memotong dana BST tersebut, maka tak segan-segan akan ditindak dan diberi sanksi tegas.


Upaya Pencegahan


Menyikapi adagium Lord Acton, maka potensi korupsi oleh pemegang kekuasaan mutlak terjadi. Dengan itu, pencegahan atas tindak pidana korupsi lebih penting kehadirannya dibanding penindakan.


Kreatifitas menemukan metode pencegahan itu yang dibutuhkan, dan mesti harus dilakukan oleh pemangku kepentingan. Disamping itu, harus ada peta jalan pencegahan tindak pidana korupsi. Banyaknya kasus korupsi adalah bukti pencegahan lemah!


KPK sebagai lembaga independen yang memiliki tugas sebagai lembaga yang memberantas korupsi harus selalu mendorong serta masyarakat agar ikut langsung melakukan pencegahan. Tentu dibutuhkan “nyali” besar atas cita-cita besar: bersihnya Indonesia dari perilaku korupsi yang telah membudaya. Semoga!

 

Comments


Also Featured In

    Like what you read? Donate now and help me provide fresh news and analysis for my readers   

PayPal ButtonPayPal Button

© 2023 by "This Just In". Proudly created with Wix.com

bottom of page