top of page

Banjir Karena Tu(h)an


Oleh: Muh Fitrah Yunus

Direktur Eksekutif Trilogia Institute


“Jalan-jalan remuk di setiap musim hujan berlabuh. Banjir gentayangan dihiasi sampah. Bukan hujan induk banjir, hujan hanya berkisah tentang amanah yang kian lusuh


Demikianlah “cuitan” saya tujuh tahun lalu, yang saya sampaikan di salah satu media sosial. Sungguh saya ikut sedih, jika ada pejabat, bahkan siapapun yang menyatakan, bahwa banjir yang setiap tahun terjadi adalah kesalahan hujan (curah hujan).


Dimulai sejak terjadinya bencana banjir di Kalimantan Selatan Januari lalu, yang merendam ribuan rumah penduduk. Lalu disusul daerah-daerah lain seperti Semarang yang ketinggiannya bervariasi. Ada wilayah yang ketinggian banjirnya setinggi 10 sentimeter, bahkan parahnya, ada yang mencapai 150 Sentimeter.


Kali ini, banjir terjadi di beberapa titik di Jakarta, bahkan pada Sabtu, 21 Februari 2021, saya melintas di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, melihat satu ruas jalan ke arah Gatot Subroto tertutup air, kira-kira setinggi 30 sentimeter. Saya pun berbalik arah, tidak melanjutkan perjalanan.


Banjir

Semua sepakat jika mengatakan bahwa banjir terjadi setiap tahun. Apalagi saat musim penghujan tiba, banjir selalu menghiasi negeri ini. Ada yang beranggapan bahwa banjir adalah sebuah masalah yang tak ada habisnya.


Banjir bisa muncul dimana saja. Banjir bisa tejadi di pemukiman, di persawahan, jalan, ladang, tambak, apalagi di perkotaan. Dalam upaya strategi mengikis dampak banjir pada masyarakat, Robert J. Kodoatie mengemukakan bahwa pemerintah harus membuat: Pertama, bendungan dan waduk. Kedua, tanggul dan penahan banjir. Ketiga, peningkatan kapasitas saluran drainase atau sungai. Keempat, tindakan-tindakan perbaikan lahan. Kelima, penahanan di suatu lokasi.


Namun, dari kelima strategi di atas, hingga saat ini, apa yang belum dilakukan pemerintah pusat hingga daerah untuk upaya mengurangi dampak banjir? Tentu masyarakat mengatakan bahwa kelimanya sudah dilakukan oleh pemerintah. Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa masih banjir?


Masalah Atau Fenomena?

Apa benar banjir adalah sebuah masalah? Meski banyak yang menganggap masalah, namun saya sendiri menyatakan bahwa banjir bukanlah masalah! Banjir itu adalah akibat dari suatu sebab. Apa penyebabnya? Kembali ke “cuitan” saya tujuh tahun lalu.


Banjir adalah fenomena yang selalu terjadi di negara ini, sehingga tak tepat dikatakan masalah. Banyak daerah yang dulu tak henti-hentinya banjir, namun sekarang, sudah dapat diselesaikan dengan baik. Masalahnya bukan pada banjirnya. Masalahnya, biasanya, terjadi karena kebijakan dan pelaksanaan tata ruang yang kurang “apik”, bahkan ada daerah yang masih tidak memiliki tata ruang, utamanya soal penanganan banjir.


Di samping itu, masyarakat sendiri pun masih kurang kesadaran akan pentingnya mencegah kembali terjadinya banjir. Seolah menjadi hal biasa, kalimat yang terlontar adalah “paling nanti juga surut”, “Pemerintah ini apa sih kerjanya”. Di sisi pemerintah juga meluapkan kekesalan sebaliknya, “sudah berkali-kali dikasi tau masyarakat ini, jangan buang sampah sembarangan, mereka nggak peduli”. Bagi masyarakat, oknum pemerintah juga yang ajarin mereka buah sampah di tempat itu. Seolah tak ada habisnya.


Hujatan

Pada akhirnya, bukan hanya hujan yang deras sampai saat ini, tapi juga hujatan. Tidak hanya banjir air, tapi banjir hujatan. Bukan lagi ingin mengatasi fenomena banjir yang masalahnya ada pada amanah yang kian hari kian lusuh, namun saat ini berlomba-lomba membuat masalah baru, yaitu hujatan yang didasari dengan politik dengki, politik dendam, yang berefek kuat juga deras pada pembentukan mental masyarakat.


Padahal, politik sendiri tidak mengindahkan sifat dendam, sifat iri, sifat dengki. Politik yang didasari dengan nilai-nilai Pancasila adalah politik yang bergembira bagi semua golongan, tidak hanya bagi segelintir golongan saja. Itu pulalah yang disebut etika dalam berpolitik.


Segala hujatan penuh kedengkian itu tidak perlu menghiasi negeri ini di tengah bencana banjir yang melanda. Masyarakat sesungguhnya tidak perlu itu dan tidak butuh itu! Yang dibutuhkan masyarakat adalah bagaimana pemerintah dapat fokus dan serius mencari dimana sesungguhnya akar masalah yang terjadi, dan banjir tak lagi terjadi.


Misalnya saja di Kalimantan Selatan, semua juga sepakat bahwa yang menjadi akar masalah penyebab terjadinya banjir adalah aktivitas tambang yang terjadi. Tentu yang menjadi aktor utama semua ini adalah para oknum pengusaha tambang dan pemerintah yang memberikan izin pertambangan. Bahkan parahnya, oknum pengusaha tambang itu juga berasal dari kalangan pejabat pemerintah itu sendiri.


Sehingga, jika saya sebagai penulis bertanya sekaligus memberikan pernyataan bahwa apakah oknum pengusaha tambang dan oknum pemerintah menjadi akar masalah terjadinya banjir? Ya! Secara tegas saya menyatakan itu. Di situlah masalahnya!

Jadi soal banjir, jangan pernah menyalahkan hujan, karena menyalahkan hujan sama saja menyalahkan alam. Menyalahkan alam, sama saja menyalahkan Tuhan. Padahal, semuanya karena Tuan.

 

Comments


Also Featured In

    Like what you read? Donate now and help me provide fresh news and analysis for my readers   

PayPal ButtonPayPal Button

© 2023 by "This Just In". Proudly created with Wix.com

bottom of page